Pemerintah berencana mengubah aturan pengembalian pajak insentif mobil listrik bagi diler menjadi lebih cepat, yakni satu hingga dua bulan. Istilah ini lebih progresif dari undang-undang saat ini yang mengatur satu tahun penarikan pajak.
Regulasi baru ini dinilai mampu mengurangi beban distributor mobil listrik, sekaligus mendongkrak penjualan domestik yang dinilai kurang optimal.
Kantor Staf Ahli Presiden, Hageng Nugroho mengatakan, pemerintah akan mengubah prosedur klaim anggaran pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah.
“Aturan yang sekarang mengontrol untuk disusun selama satu tahun dan kemudian bisa diklaim ke Kementerian Keuangan untuk restitusi pajak. Kami sudah merasa memberatkan, jadi akan kami lanjutkan,” ujar Hageng di Hotel Sari Pacific Jakarta, Rabu (31/5).
Insentif pajak untuk kendaraan listrik tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 83 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah untuk Tahun Anggaran 2023.
Dalam Pasal 3-4, insentif diarahkan pada dua kategori kendaraan. Pertama, kendaraan listrik dan bus roda empat dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih besar atau sama dengan 40% mendapat insentif PPN yang dibiayai pemerintah sebesar 10%, sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1%.
Kedua, bus listrik dengan TKDN 20% dan di bawah 40% mendapat tambahan PPN yang disponsori pemerintah sebesar 5%, sehingga PPN yang terutang menjadi 6%.
Hageng berharap, percepatan restitusi pajak dapat menjawab keresahan para pengusaha atau pedagang yang melayani masyarakat tentang pembelian kendaraan listrik dengan insentif pemerintah.
“Kami sudah berdiskusi dengan Menteri Keuangan untuk mempercepat pengembalian pengembalian pajak. Apakah bisa diproduksi satu atau dua bulan sehingga pada akhirnya ada permintaan dan produksi akan terus berlanjut,” ujar Hageng.
Tahun ini pemerintah menargetkan penyaluran insentif kendaraan listrik ambisius, dengan target penyaluran insentif Rp 7 juta untuk 200.000 unit sepeda motor listrik dan potongan PPN untuk 35.000 mobil listrik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui inisiatif masyarakat untuk mengambil insentif kendaraan listrik masih minim karena sosialisasi belum optimal. Insentif berupa penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 1% sejak 1 April belum mampu meningkatkan tingkat penjualan secara signifikan.
“Intinya belum tersosialisasi dan ada pemahaman yang berbeda antara pedagang, masyarakat dan pemerintah,” ujar Moeldoko dalam acara CNBC Green Economy Forum di Hotel Kempinski Jakarta, Senin (22/5).