PT Rekayasa Industri memiliki peluang besar untuk mendukung realisasi peta jalan energi terbarukan, khususnya energi panas bumi. Penilaian ini mencerminkan keberlangsungan dua proyek PLTP yang dikerjakan Rekind.
Demikian disampaikan Direktur Utama PT Supreme Energy Nisriyanto. Proyek PLTP yang dimaksud adalah pembangunan pembangkit listrik milik Supreme Energy, yakni PLTP Liki Pinawangan Muara Laboh dan PLTP Rantau Dedap.
“Kami sangat puas dengan kualitas PLTP buatan Rekind. Semangat juang Rekind ditunjukkan dalam solusi PLTP Kawasan Dedap di tengah pandemi Covid-19,” kata Nisriyanto dalam siaran pers, Selasa (16/5).
Saat ini, Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Namun penggunaannya belum maksimal. Diperkirakan kurang dari sepuluh persen energi panas bumi di Indonesia telah dimanfaatkan.
Dibanding energi terbarukan lainnya, tambah Nisriyanto, banyak ahli menilai panas bumi merupakan energi terbarukan yang paling bisa diandalkan. Ini terutama untuk memasok listrik beban dasar ke PLN.
Panas bumi merupakan sumber energi yang ramah lingkungan. Tidak hanya dari segi produksinya tetapi juga dari segi penggunaannya. Padahal, selama proses pengembangan dan produksi listrik, panas bumi benar-benar bebas emisi.
Nisriyanto menjelaskan, tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi listrik panas bumi. Terlebih lagi, seluruh prosedur juga bebas sulfur.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama pemangku kepentingan terkait telah menyusun roadmap pengembangan panas bumi Indonesia 2019 – 2030. Hal ini bertujuan untuk mendukung pencapaian target pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan bauran energi negara.
Sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan target bauran energi, target pengembangan energi panas bumi adalah sebesar 7.241,5 megawatt (MW).
“Saya kira untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan engineer yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan dan membangun proyek PLTP, seperti halnya Rekind,” kata Nisriyanto.
Di sisi lain, Founder & Chairman PT Supreme Energy Supramu Santosa menyatakan kinerja Rekind adalah yang terbaik. Perusahaan yang telah berdiri selama 41 tahun ini dinilai memiliki komitmen kuat untuk menjaga kinerja.
“Bahkan mitra kami, baik dari Jepang maupun Perancis, akhirnya mengatakan bahwa fasilitas yang dibangun Rekind untuk PLTP Muara Laboh dan PLTP Rantau Dedap masuk dalam kategori pembangkit kelas dunia,” ujarnya.
Supramu berharap Rekind terus diberikan kepercayaan penuh untuk menggarap proyek energi dan industri. Diakui Rekind memiliki kelemahan finansial yang perlu diperbaiki, namun secara teknis masih yang terbaik.
Dalam 30 tahun sejak mulai berkiprah di bidang panas bumi, Rekind membangun 16 PLTP di Indonesia dengan total kapasitas 990,4 megawatt (MW). Rekind mulai mengerjakan proyek PLTP pertama pada tahun 1993 di proyek PLTP Gunung Salak di Jawa Barat dengan kapasitas 2×55 MW.
Satu lagi adalah PLTP Wayang Windu Tahap 1 di Jawa Barat pada tahun 1997 – 2000 dengan kapasitas 1×110 MW. Kemudian, pada tahun 2002, Rekind membangun PLTP Dieng, Jawa Tengah berkapasitas 1×60 MW; PLTP Lahendong unit 2 – 6 dibangun sejak tahun 2005 dengan total kapasitas 100MW; PLTP Ulubelu unit 1 – 4 dengan total kapasitas 220 MW dibangun selama tahun 2010 – 2012.
Ada juga PLTP Kamojang unit 4 dan 5 di Jawa Barat dengan total kapasitas 95 MW. Dalam proyek yang dibangun pada tahun 2006 dan 2013, Rekind menerapkan inovasi teknologi yang dapat mempercepat proses pembangunan. Akibatnya, waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari target yang ditetapkan.
Selain itu, Rekind juga telah menyelesaikan dua proyek PLTP milik PT Supreme Energy, yaitu PLTP Muara Laboh di Solok Selatan, Sumatera Barat berkapasitas 85 MW (2019); dan Proyek PLTP Wilayah Dedap di Sumatera Selatan dengan kapasitas 91,2 MW (akhir tahun 2021).