PLN telah menetapkan sejumlah kriteria untuk memilih pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) mana yang akan dipensiunkan dini. Kriteria pertama adalah memprioritaskan pembangkit listrik yang berada di Pulau Jawa.
Executive Vice President Pembangkit Energi dan Energi Baru & Terbarukan PLN, Herry Nugaraha mengatakan, PLTU yang berlokasi di Jawa Tengah dinilai terlalu jauh untuk menyuplai listrik di daerah yang permintaannya paling tinggi seperti Jakarta.
“Prioritaskan terutama di Pulau Jawa, kami juga mempertimbangkan dari segi umur dan fungsi kehandalan. Selain itu, kami juga melihat subsistem Jabar,” ujar Herry saat menjadi pembicara di Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, Senin (10/ 10) .
Kriteria kedua adalah memprioritaskan pensiun dini di pembangkit listrik yang tidak memungkinkan penerapan teknologi penangkapan, penggunaan, dan penyimpanan karbon (CCUS).
“Kalau tidak bisa dibangun karena keterbatasan lahan, maka PLTU diprioritaskan untuk pensiun dini,” ujarnya. Lihat kotak data berikut:
Kriteria ketiga adalah dari segi teknologi pembangkit. PLN akan menghentikan pengoperasian pembangkit listrik lama atau pembangkit subkritis. PLTU Subcritical adalah teknologi pemrosesan yang dibuat pada pertengahan 1980-an-1990-an.
Teknologi yang dimaksud adalah ketahanan boiler terhadap temperatur tinggi dan kemampuannya mengolah batu bara. Semakin mutakhir teknologi yang dipasang di boiler, semakin baik daya tahan dan kemampuan PLTU mengolah batu bara berkalori rendah dan ramah lingkungan.
Selama ini kategori teknologi pengolahan batubara PLTU terbagi menjadi kelas subcritical, super critical dan ultra critical. Salah satu PLTU yang masih menggunakan teknologi subcritical boiler adalah PLTU Tanjung Jati B di Jepara, Jawa Tengah.
Kriteria keempat adalah dari segi kehandalan PLTU. PLN akan memprioritaskan penghentian dini pembangkit listrik yang memasok tambahan transmisi tegangan tinggi 500 kV di atas pembangkit listrik tegangan 150 kV. “Empat kriteria ini akan menjadi mekanisme solusi atas pensiun dini PLTU,” ujar Herry.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM pada Juni 2020, kapasitas pembangkit di Indonesia sebesar 70.964 megawatt (MW) dengan 63% atau 44,8 gigawatt (GW) berlokasi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari kapasitas pembangkit di Sumatera yang sebesar 14,7 GW di posisi nomor dua.
Indonesia memiliki enam jenis pembangkit listrik yang terdiri dari uap, gas, solar, panas bumi, air dan energi terbarukan. PLTU mendominasi kapasitas pembangkitan di Indonesia hingga 35,22 GW atau setara dengan 50% dari total kapasitas pembangkitan.