Kementerian ESDM akan menerbitkan peraturan khusus untuk menetapkan nikel dan timah sebagai komoditas mineral kritis.
Langkah ini bertujuan untuk menjaga cadangan dan sumber daya nikel dan timah sebagai bahan galian utama dalam mendukung ekosistem baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi baterai (BESS) sebagai infrastruktur pendukung transisi energi di Indonesia.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batubara (Minerba), Irwandy Arif menjelaskan, peraturan tersebut akan mengatur klasifikasi 46 komoditas tambang yang masuk dalam kategori mineral kritis. Peraturan tersebut ditargetkan selesai paling lambat bulan depan.
“Aturan klasifikasi mineral kritis sudah 95%, satu putaran lagi. Nikel dan timah merupakan bahan galian kritis,” kata Irwandy di Kementerian ESDM, Senin (29/5).
Mineral kritis memiliki harga yang tinggi karena termasuk dalam kategori mineral yang sulit ditemukan. Selain itu, mineral kritis sulit diekstraksi dan sulit untuk menggantikan logam atau bahan lainnya. Mineral ini juga merupakan hasil sampingan dari penambangan timah, bauksit, nikel, dan pasir besi.
Pengolahan puluhan produk tambang yang akan masuk kategori mineral kritis akan diperketat dengan menyesuaikan data cadangan dan sumber daya. “Pemerintah jaga, mineral ini harus dijaga, harus hati-hati. Indonesia akan memiliki sekitar 46 hingga 47 mineral kritis,” kata Irwandy.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut klasifikasi mineral kritis pekan lalu. Dia mengatakan, pihaknya akan menerbitkan aturan klasifikasi terkait logam tanah jarang pada awal Juni mendatang.
“Ini yang sedang kita pelajari. ESDM akan merilis aturan klasifikasi terkait logam tanah jarang. Sedang disiapkan, mudah-mudahan awal bulan ini bisa rilis,” kata Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (26/5). .
Bijih nikel dan bijih timah memiliki potensi nilai tambah yang tinggi jika diolah menjadi produk lebih lanjut melalui pengolahan hilir di dalam negeri.
Harga bijih nikel yang hanya US$ 33 per ton akan naik menjadi US$ 2.622 per ton dan US$ 8.396 per ton setelah dimurnikan menjadi feronikel dan nikel matte. Angka tersebut akan lebih tinggi jika diolah lebih lanjut menjadi nikel batangan senilai US$ 13.786 per ton.
Komoditas tambang timah juga berpeluang menghasilkan keuntungan besar jika melalui proses hilirisasi. Timah yang ditambang bernilai US$ 1.000 per ton. Angka ini akan meningkat menjadi US$ 9.000 per ton setelah dilakukan pengolahan dan pemurnian.
Harga timah bisa melonjak lebih tinggi jika dalam bentuk timah batangan untuk keperluan manufaktur di US$ 16.250 per ton.