Harga batu bara di ICE Newcastle terus menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun 2023. Harga hari ini, Kamis (2/3) di level US$ 193,5 per ton tercatat lebih rendah 5,3% dari harga pekan lalu US$ 204,5 per ton.
Penurunan harga emas hitam tersebut disebabkan oleh produksi batu bara di China yang lebih tinggi dari tingkat penyerapan di dalam negeri. Kendati demikian, harga batu bara dunia tahun ini disebut masih belum pasti.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menjelaskan, harga batu bara tahun ini akan terus berfluktuasi mengikuti fluktuasi pasar.
Hendra menjelaskan, penurunan harga batu bara yang konsisten belakangan ini disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, pasokan batu bara di China melebihi tingkat permintaan domestik.
Sebagai produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, tingkat produksi dan konsumsi batubara di China turut mempengaruhi pergerakan harga batubara dunia.
“Pada awal tahun tren harga menunjukkan penurunan, kemungkinan karena beberapa faktor seperti pasokan yang relatif besar di China karena pemulihan aktivitas pertambangan di sana relatif tinggi,” kata Hendra kepada Katadata.co.id, Kamis. (2/3).
Selain itu, penurunan harga batu bara juga disebabkan oleh meningkatnya pasokan energi alternatif lain seperti gas alam. Pasokan gas alam yang melimpah juga diimbangi dengan turunnya harga. “Permintaan relatif lemah sementara pasokan relatif melimpah,” kata Hendra.
Namun, kata Hendra, harga batu bara dalam setahun tidak bisa diprediksi secara pasti. Harga batu bara akan selalu bergerak dan terus mengalami perubahan secara berkala “Harga komoditas batu bara tahun ini tentu masih sangat fluktuatif, sehingga naik turun,” ujar Hendra.
Sementara itu, Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan penurunan harga batu bara masih akan berlanjut hingga tiga bulan ke depan, mengingat China dan Eropa sudah memasuki musim semi sehingga menggerus permintaan batu bara.
Fahmy menilai harga batu bara pada semester kedua akan kembali naik seiring dengan langkah Pemerintah China yang mulai menekan kebijakan karantina wilayah menyusul berkurangnya penyebaran Pandemi Covid-19. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kebutuhan energi akibat vitalitas ekonomi yang terus meningkat di China.
“Trennya untuk tiga bulan ke depan harga cenderung turun, namun setelah itu harga akan naik seiring membaiknya ekonomi China,” kata Fahmy saat dihubungi melalui telepon, Kamis (2/3).