Pemerintah membuka kembali jalur ekspor pasir laut setelah dilarang selama dua dekade atau sejak pemerintahan Presiden Megawati. Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan syarat ekspor pasir laut dan alasan Presiden Joko Widodo membuka kembali jalur ekspor.
Arifin mengatakan, pasir laut yang bisa diambil dan diekspor adalah yang terbentuk dari sedimentasi. Oleh karena itu, pengumpulan pasir laut tersebut akan diawasi secara ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ia juga menyebutkan, pengerukan endapan pasir laut juga bermanfaat bagi industri perkapalan dan mempercepat logistik laut, terutama yang melalui selat dangkal. Hal ini karena pengerukan sedimen akan memperdalam alur pelayaran, selanjutnya mengurangi resiko pelayaran dan menekan biaya pelayaran.
“Pengerukan dilakukan di selat-selat yang dekat dengan perlintasan pelayaran skala besar, seperti di dekat Selat Malaka yang berada di antara Batam dan Singapura,” kata Arifin di Istana Kepresidenan, Rabu (31/5).
Arifin meyakini pasir laut sedimen memiliki permintaan di pasar ekspor. Menurutnya, pasir laut lebih ekonomis jika dipasarkan di pasar global dibandingkan pasar dalam negeri. “Sedimen pasir laut lebih baik dikirim ke pasar luar negeri daripada ditempatkan di tempat kita juga. Singapura pasti membutuhkan pasir laut,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah membuka keran ekspor pasir laut jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi. Pembukaan ini mengakhiri larangan ekspor produk tambang pasir laut setelah tahun 2003.
Hal itu diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang ditetapkan pada 15 Mei 2023. Ekspor diperbolehkan jika kebutuhan pasir laut untuk pembangunan infrastruktur, reklamasi, dan infrastruktur yang dilakukan pemerintah telah terpenuhi.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, hal terpenting dalam implementasi kebijakan ini adalah menjaga keseimbangan antara kehidupan masyarakat pesisir dan pentingnya peningkatan pendapatan nasional.
Ia menilai dampak ekonomi dari kebijakan tersebut cukup baik bagi masyarakat Indonesia. Meski begitu, Kadin masih melihat lebih jauh potensi nilai ekonomi yang bisa dihasilkan dari kebijakan ekspor pasir laut tersebut.
Arsjad optimistis ke depan banyak negara yang berminat mengimpor pasir laut Indonesia. “Tentunya kalau ada investasi pasti ada yang membutuhkan karena tidak semua negara memilikinya,” ujarnya.
Di sisi lain, Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi berpendapat, pengerukan pasir laut sembarangan dapat menenggelamkan pulau-pulau di sekitar lokasi penambangan pasir laut.
Fahmy menilai instrumen PP Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tidak menjamin kegiatan pengerukan pasir laut berjalan ramah lingkungan. Menurutnya, pengusaha yang mendapat izin ekspor akan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara nekat mengeruk pasir laut.
Kekhawatiran tentang kerusakan lingkungan dan ekologi semakin meningkat karena permintaan pasir laut dari Singapura untuk reklamasi terus meningkat.
“Sangat ironis, ketika luas daratan Singapura meningkat pesat, sementara luas daratan Indonesia menyusut karena banyak pulau yang tenggelam akibat pengerukan pasir laut yang terus menerus,” kata Fahmy.
Reporter: Andi M. Arief