Pemerintah akan melarang ekspor mineral mentah mulai pertengahan tahun ini, sejalan dengan amanat UU No. 4 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Namun, pemerintah tampaknya masih khawatir dengan larangan ekspor tembaga tersebut. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, konsentrat tembaga merupakan mineral yang strategis, sehingga keputusan moratorium barang tambang belum selesai.
“Nanti diputuskan pimpinan karena ini masalah yang agak strategis, jadi jangan sampai level saya saja,” kata Ridwan saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/3).
Direktur Eksekutif Center for Economic and Legal Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira. Dia mengatakan, larangan ekspor konsentrat tembaga berpotensi berdampak negatif bagi Indonesia.
“Benarkah pajak bisa naik dengan dibangunnya smelter tembaga? Setelah menjadi smelter tembaga, produknya mana, siapa yang diuntungkan?” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Rabu (26/4).
Menurut Bhima, penghentian ekspor mineral mentah secara paksa menyebabkan banyak kerugian bagi Indonesia. Di antaranya, mulai dari banyaknya insentif pajak yang hilang, masalah tenaga kerja asing, hingga masalah lingkungan akibat operasi pertambangan.
“Bahkan dikhawatirkan Indonesia akan rugi besar jika digugat di WTO terkait larangan ekspor konsentrat tembaga. Larangan tembaga ini bisa berujung sama seperti nikel, negara justru tidak mendapatkan hasil yang signifikan, itu sebenarnya merugikan.
Sementara itu, Ekonom Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, kekhawatiran pemerintah terkait larangan ekspor tembaga terlihat dari PT Freeport Indonesia yang masih memberikan izin ekspor konsentrat sebanyak 2,3 juta ton hingga Juni 2023.
Dia meminta tidak selektif dalam menerapkan kebijakan larangan ekspor semua mineral mentah dan meminta keputusan akhir segera diambil terkait penghentian ekspor konsentrat tembaga Freeport.
Menurut dia, kepastian larangan ekspor tembaga akan memberikan efek mengejutkan bagi Freeport untuk mempercepat pembangunan smelter tembaga di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik yang sempat tertunda.
“Kalau ekspor dilarang sama sekali maka Freeport tidak bisa menjual konsentratnya. Pilihannya mempercepat pembangunan Smelter Gresik atau konsentratnya dibuang ke laut,” kata Fahmy yang dihubungi terpisah.
Freeport melaporkan progres pembangunan smelter tembaga baru di JIIPE Gresik telah mencapai 64% hingga kuartal I 2023. Pembangunan smelter baru tersebut sempat tertunda selama satu tahun, karena terkendala pandemi Covid-19. . yang melanda Indonesia sejak dua tahun lalu.
Dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport, tertulis jangka waktu penyelesaian smelter Gresik paling lama 5 tahun sejak IUPK diterbitkan pada Desember 2018, sehingga maksimal pembangunan smelter bisa selesai pada Desember 2023. Smelter tersebut dapat beroperasi penuh pada Desember 2024.
“Presiden Jokowi harus tegas dan konsisten, tidak membeda-bedakan komoditas tambang satu dengan lainnya,” kata Fahmy.
Sebelumnya, Kementerian ESDM memastikan seluruh produksi bauksit Tanah Air bisa diserap oleh empat smelter yang ada saat larangan ekspor bauksit diberlakukan pada Juni 2023.
“Belum ada kabar lagi, tapi nanti akan dihentikan. Stop ekspor bauksit sudah pasti,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Percepatan Pengelolaan Mineral dan Batubara Irwandy Arif saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM. Sumberdaya Mineral pada Jumat (14/4) .
Sementara itu, terkait potensi pelonggaran larangan ekspor konsentrat tembaga, hal itu sejalan dengan langkah Freeport yang meminta ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKAB) tahun ini. Ridwan menyatakan belum ada keputusan terkait hal tersebut.
Freeport melaporkan potensi kerugian pendapatan negara hingga Rp 57 triliun jika pemerintah menghentikan ekspor konsentrat tembaga perusahaan itu tahun ini. Total kerugian penerimaan negara dihitung dalam bentuk pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.
Juru bicara Freeport, Katri Krisnati, mengatakan larangan ekspor tembaga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional perusahaan yang akan berdampak signifikan terhadap keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.
“Jika terjadi penghentian operasional penambangan PTFI, potensi kehilangan pendapatan negara melalui pajak, dividen, dan PNBP tahun ini mencapai Rp 57 triliun,” kata Katri kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu, Jumat (14/4). .