Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan mengatakan ada beberapa kebijakan di Amerika Serikat yang mempersulit pengiriman produk olahan nikel ke negara Paman Sam itu. Namun, pemerintah tidak mau dididik oleh AS.
Proses negosiasi dengan Amerika Serikat terkait penerapan larangan ekspor nikel dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2019. AS akhirnya menyetujui aturan tersebut setelah pemerintah mengambil langkah.
“Negara seperti Indonesia tidak bisa dikendalikan oleh negara maju. Jadi saya katakan, kalau tidak setuju, kami buka 99% ekspor bijih nikel ke China,” kata Luhut dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Jumat ( 9/6).
Namun, Luhut mencermati masih ada kebijakan yang akan mencegah ekspor produk bijih nikel rafinasi ke Amerika Serikat. Kebijakan yang dimaksud adalah Inflationary Reduction Act atau IRA.
Peraturan ini memungkinkan mobil listrik atau EV buatan Amerika Serikat mendapat subsidi dan insentif fiskal hingga US$ 7.000 atau sekitar Rp 104 juta per unit. Dengan demikian, daya saing baterai asal Indonesia akan rendah di pasar AS.
Luhut menjelaskan regulasi tersebut akan berdampak besar pada produksi baterai mobil listrik di Tanah Air. Hal ini dikarenakan mayoritas teknologi produksi yang digunakan berasal dari China.
Namun, dia mengimbau para pelaku industri untuk tidak terlalu khawatir dengan hal tersebut. Ini karena teknologi produksi baterai EV China hingga 7 tahun lebih maju dari teknologi AS.
“China memberi kami teknologi ini. Sekarang kami mengolah bijih nikel di dalam negeri,” kata Luhut.
Luhut menilai IRA justru akan berdampak negatif bagi pabrikan terkemuka di Amerika Serikat, yakni Ford dan Tesla. Pasalnya, Ford dan Tesla telah bermitra dengan beberapa perusahaan dalam negeri untuk memproduksi EV dan baterai EV.
Fokus Hilir Selanjutnya
Luhut mengatakan beberapa komoditas yang dikembangkan adalah nikel, bauksit, timah, tembaga, dan silika. Menurut dia, pemerintah akan mendorong pengembangan hilirisasi manufaktur glass fiber atau serat optik.
Serat optik adalah kabel inti yang digunakan untuk menghubungkan jaringan internet. Pada 2019, kapasitas produksi serat optik nasional mencapai 10 juta kilometer atau setara dengan 200.000 km kabel serat optik.
Luhut mengatakan, produk hilir tersebut bisa menciptakan 60.000 industri turunan. Sebagai informasi, industri turunan pengolahan bijih nikel adalah sendok, garpu dan alat operasi.
Ia mengatakan, konsistensi program hilirisasi selama 20 tahun akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara berpendapatan tinggi. Menurutnya, program hilirisasi tidak boleh dilihat secara terpisah, melainkan secara holistik.
Menjadi negara maju dan PDB kita mencapai US$ 10 triliun, kata Luhut.
Reporter: Andi M. Arief