PLN memproyeksikan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik pada 2023 mencapai 161,2 juta ton. Jumlah tersebut dialokasikan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) PLN sebanyak 83 juta ton dan PLTU swasta atau Independent Power Producer (IPP) sebanyak 78,2 juta ton.
Direktur Pengembangan Batubara PLN Eko Yuniarto menjelaskan, angka tersebut telah memperhitungkan variabel stok batu bara minimum hari operasi (HOP) 15 hingga 20 hari.
Eko menjelaskan estimasi total kebutuhan batu bara tahun depan lebih tinggi dari proyeksi kebutuhan batu bara tahun ini yang mencapai 115 juta ton. Kenaikan kebutuhan batu bara PLN tahun ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.
“Pertumbuhan penjualan listrik secara konsolidasi sebesar 4,23%, kenaikan ini karena penambahan injeksi pelanggan yang besar,” ujar Eko saat menjadi pembicara dalam Rakernas ASPEBINDO II di Hotel Dharmawangsa, Senin (19/12).
Lebih lanjut, kata Eko, proyeksi permintaan batu bara yang melonjak tahun depan karena kenaikan penjualan listrik sekitar 6 jam pengajaran (TWh) dari tahun 2022. Keadaan ini berdampak pada peningkatan faktor kapasitas (CF) di beberapa PLTU tahun 2023. .
CF adalah perbandingan antara jumlah produksi listrik dengan kapasitas produksi menurut kapasitas suatu periode operasi tertentu.
Sebagai gambaran pembangkit listrik berkapasitas 100 mega watt (MW) yang beroperasi dalam kurun waktu tertentu selama 1 tahun secara terus menerus dan berhasil menghasilkan 100 MW secara kontinyu, maka PLTU tersebut memiliki nilai CF 100%.
“Ada peningkatan penjualan listrik sekitar 6 TWh dari tahun 2022, sehingga beberapa PLTU CF akan bertambah untuk tahun 2023,” ujar Eko.
Dalam paparannya, Eko juga menjelaskan kapasitas terpasang pembangkit dari tahun 2021 hingga 2030 sebesar 61,13 giga watt (GW), terdiri dari 42,56 GW milik PLN, 16,74 MW IPP dan 1,83 MW yang disewa dari 179 PLTU batubara. Di antaranya 102 milik PLN, 74 milik IPP dan 3 unit PLTU sewa.
Sebelumnya, PLN membutuhkan tambahan pasokan batu bara untuk menghasilkan 7,7 juta ton listrik tahun ini menyusul kenaikan konsumsi listrik yang mencapai 5,3 kWh (TWh).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan penambahan batu bara juga dibutuhkan karena PLN telah melakukan renegosiasi dengan produsen energi swasta untuk mengurangi beban pasokan listrik yang berlebihan.
Renegosiasi juga untuk mengurangi besaran skema take or pay yang mengharuskan PLN membayar lunas listrik sesuai kontrak terlepas dari digunakan atau tidak.
“Kami membutuhkan tambahan pasokan batu bara sekitar 7,7 juta ton untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik kami yang terus meningkat,” kata Darmawan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (9/8).
Darmawan mengatakan, permintaan tambahan pasokan batu bara ke PLN ditujukan untuk menghindari krisis pasokan yang terjadi awal tahun ini.
Menurut dia, perbedaan harga yang jauh antara harga jual batu bara dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar US$ 70 per ton dan harga pasar berpotensi mengganggu cadangan batu bara PLN. “Kami melihat tren safe stock PLN menurun,” lanjutnya.
Sejak awal tahun, Kementerian ESDM menugaskan beberapa perusahaan batu bara mengalokasikan 31,8 juta ton batu bara untuk kebutuhan operasional PLN. Namun hingga bulan ini, kata Darmawan, pencapaian penugasan masih sebesar 14,3 juta ton atau 45%.
“Kalau situasi ini dibiarkan berlarut-larut, maka situasi yang tadinya aman bisa berubah menjadi krisis lagi,” kata Darmawan.