China akan menjadi pembeli tunggal bauksit atau bijih aluminium Indonesia sepanjang 2022 dengan total volume pengapalan hingga 17,84 juta ton. Sehingga larangan ekspor bauksit akan berdampak besar bagi Negeri Panda.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai transaksi US$ 623 juta atau sekitar Rp 9,33 triliun dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.976 per dolar AS. Meski begitu, total pengapalan bauksit ke China pada 2022 turun 10,39% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 19,91 juta ton.
Ketua Eksekutif Asosiasi Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto mengatakan, seluruh pelaku usaha pertambangan bauksit dalam negeri membidik China sebagai pasar tujuan utama penjualan bauksit.
“Saya kira benar semuanya dikirim ke China, karena China memang negara terbesar penerima bauksit Indonesia,” kata Ronald kepada Katadata.co.id, Rabu (25/1).
Pengiriman bauksit terbanyak dilakukan berturut-turut dari Maret hingga April dengan total masing-masing 2,27 juta ton, 2,61 juta ton, dan 2,01 juta ton.
Pengusaha melihat Cina sebagai pasar potensial untuk bauksit karena komoditas tambang ini merupakan salah satu barang yang digunakan untuk menjadi produk setengah jadi atau bahan baku, yang telah melalui proses pengolahan, dari alumina menjadi aluminium. “China mengincar bauksit kami, China membutuhkannya, kami menjualnya,” kata Ronald.
Selain China, pengusaha juga menawarkan bauksit india ke India dan Australia. Namun, karena perbedaan harga dan persyaratan penjualan yang rumit, pengusaha tetap membeli kontrak dari China.
“Ada juga yang dari negara lain, tapi prosedurnya bermacam-macam, bahkan minta tes laboratorium bolak-balik. Kalau ada China, sudah banyak Indonesia. Jadi beli on board, habis,” ujarnya. Ronald.
Lebih lanjut, kata Ronald, bauksit merupakan komoditas tambang yang banyak dicari oleh negara-negara yang memiliki fasilitas pemurnian atau peleburan. Bauksit biasanya diolah menjadi alumina menjadi aluminium untuk bahan baku pembuatan alat transportasi, peralatan dapur hingga bahan baku utama untuk membuat transmisi listrik.
“Artinya masih banyak negara yang membutuhkan bauksit, terutama untuk negara yang memiliki peleburan alumina. Dan untuk saat ini China yang paling banyak,” ujar Ronald.
Menurut catatan Kementerian ESDM, saat masih berupa bauksit, harga jual di pasar hanya US$ 18 per ton. Harga jual akan meningkat setelah bauksit disuling menjadi alumina dengan harga jual US$ 350 per ton dan akan meroket jika diolah menjadi produk aluminium dengan harga US$ 1.762 per ton.