Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API meminta PT PLN (Persero) memberikan diskon 30% dari harga tagihan listrik ke pabrik tekstil dan produk tekstil atau TPT.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menilai hal itu diperlukan karena perusahaan tekstil mengalami kesulitan permintaan pasar ekspor yang belum pulih, terutama ke Amerika Serikat dan Eropa.
“Kami sudah melayangkan surat ke Dirut PLN untuk membicarakan hal ini, apalagi tarif listrik di industri padat karya sedikit diturunkan. Setidaknya dalam satu hingga dua tahun ke depan,” kata Danang saat ditemui awak media di Jakarta Pusat, Rabu (21/6).
Namun, kata Danang, baik PLN maupun Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau BUMN tidak memberikan tanggapan atas permintaan tersebut. Padahal, hal ini dilakukan untuk melindungi karyawan dari pemecatan atau PHK.
“Ada pengabaian terhadap upaya yang kami lakukan untuk mempertahankan pekerja di industri TPT,” kata Danang.
Mengingat hal tersebut, menurutnya PLN harus bisa membantu industri TPT yang masih mengalami kendala.
“Saya kira dengan membantu industri TPT dengan memangkas tagihan pabriknya sedikit, keuntungan dari PLN tidak akan bergeser terlalu banyak,” katanya.
Danang berharap PLN sebagai badan usaha milik negara segera terbuka untuk menyetujui permintaan terkait pemotongan tagihan listrik di pabrik-pabrik di industri TPT. Pasalnya, jika hal itu bisa direalisasikan, maka akan menghemat biaya produksi. Jadi majikan dapat mempertahankan lebih banyak karyawan mereka untuk terus bekerja.
Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, industri tekstil dan alas kaki mengalami penurunan permintaan pasar global sejak awal semester kedua tahun 2022, pesanan untuk pengiriman akhir tahun sampai triwulan pertama tahun 2023,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani.
Menurut Shinta, beban pelaku usaha bertambah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023. Dalam peraturan itu, kenaikan upah minimum tidak lebih dari 10%. Jakarta, misalnya, mengalami peningkatan sekitar 5,6% dan Jawa Tengah 8,01%.
Shinta mengatakan kebijakan itu mempersulit pengusaha untuk membayar gaji pekerjanya. “Mereka juga jatuh di tangga. Jadi ini sudah sulit, lebih sulit lagi,” katanya.
Kinerja ekspor industri TPT Indonesia semakin melemah di awal tahun ini. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan I 2023 industri mencatatkan ekspor seberat 380,4 ribu ton, turun 14,98% dibanding triwulan I 2022.
Pada periode yang sama, nilai ekspor juga turun 25,44% menjadi US$ 934,6 juta.