Laju penurunan harga batubara terus berlanjut. Sepanjang tahun ini hingga pertengahan Juli, harga mineral hitam ini telah turun lebih dari 56%. Kini harganya berada di US$ 129,05 per ton, level terendah sejak Mei 2021.
Penurunan harga batu bara sejalan dengan peningkatan kapasitas energi terbarukan global, khususnya di China dan Amerika Serikat (AS), serta penurunan harga gas alam di Eropa yang kembali meningkatkan konsumsi.
Di Amerika, Energy Information Administration (EIA), melaporkan bahwa tenaga surya dan angin melebihi tenaga batu bara dalam lima bulan pertama tahun 2023. Tenaga angin dan tenaga surya mencapai 252 terrawatt hour (TWh) dibandingkan dengan tenaga batu bara sebesar 249 TWh.
Pencapaian ini disebabkan oleh penurunan penggunaan batu bara di AS, dengan pembangkit batu bara yang dinonaktifkan digantikan oleh energi terbarukan dan gas alam. Batubara menyumbang hampir setengah dari produksi listrik Amerika pada tahun 2007.
Mengutip Ubergizmo pada Kamis (13/7), juru bicara EIA Chris Higginbotham mengatakan, “Perkiraan resmi menunjukkan bahwa tenaga angin dan matahari melampaui batu bara pada bulan Januari, Februari dan Maret, dan data real-time menunjukkan tren ini akan berlanjut hingga April dan Mei.” .”
Demikian pula, China juga menunjukkan pembangkit listrik energi terbarukan yang signifikan, di mana produksi listrik tenaga surya tumbuh hingga 33,7% per tahun, mencapai dua kali lipat dari pembangkit batubara yang hanya tumbuh sebesar 1,8%. Hal ini sejalan dengan komitmen transisi energi China untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan.
Sementara itu di Eropa, kelebihan cadangan gas alam dan permintaan batu bara musim dingin yang lebih rendah dari perkiraan menyebabkan penurunan permintaan mineral hitam selama tiga bulan pertama tahun 2023.
Harga batubara berjangka telah memperpanjang penurunannya, jatuh di bawah US$130 per ton, menandai level terendah sejak pertengahan 2021. Penurunan ini disebabkan kekhawatiran akan kelebihan pasokan dan berlanjutnya permintaan yang lemah dari China, konsumen batubara terbesar di dunia.
Pembuat baja China telah meningkatkan produksi sebagai tanggapan terhadap penurunan harga, sementara pembangkit listrik tenaga batu bara mengumpulkan stok tertinggi pada akhir Mei. Impor batubara China juga menurun di bulan Mei, mencerminkan pemulihan ekonomi yang lamban dan melemahnya permintaan dari sektor listrik dan baja.
Namun, sumber energi fosil masih mendominasi bauran energi China, terhitung 56,2% dari konsumsi energi primer negara itu pada tahun 2022, naik dari 56,0% pada tahun 2021 menurut statistik resmi.