Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, melaporkan peningkatan permintaan batu bara dari negara-negara Asia Selatan dan Tenggara akibat kondisi gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia selama dua pekan terakhir. .
Hendra mengatakan, peningkatan permintaan batu bara akan meningkatkan harga jual komoditas emas hitam tersebut, mengingat pasokan yang terbatas.
“Pada musim panas ekstrim dan musim dingin ekstrim, permintaan batu bara akan meningkat. Saat cuaca dingin, akan terjadi peningkatan permintaan di China dan negara-negara Asia Timur,” kata Hendra melalui pesan singkat, Kamis (27/4).
Meski mengakui adanya lonjakan permintaan batu bara dari beberapa negara, Hendra berterus terang tidak memiliki data akurat mengenai besaran lonjakan ekspor batu bara RI akibat kondisi gelombang panas.
“Kalau mau operasi, harus tahu bulan apa dan berapa lama periode extreme summer, lalu bandingkan tahunan atau periode yang sama dengan kondisi penjualan saat cuaca normal,” ujar Hendra.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor batu bara pada kuartal I 2023 mencapai US$ 10,1 miliar atau sekitar Rp 150 triliun. Sedangkan realisasi ekspor Januari-Maret sebesar 122,8 juta ton atau menyumbang 23,7% dari kuota ekspor batubara tahunan sebesar 518 juta ton.
China merupakan negara pengekspor terbesar dengan nilai transaksi US$ 2 miliar. India dan Jepang masing-masing menduduki peringkat kedua dan ketiga, dengan nilai ekspor US$ 1,9 miliar dan US$ 1,8 miliar.
Dalam sepekan terakhir, beberapa negara di Asia mengalami gelombang panas ekstrem dengan suhu harian tertinggi mencapai 51,2°Celcius yang terjadi di Kumarkhali, sebuah kota di distrik Kushtia, Bangladesh, pada Senin (17/4).
Sembilan kota terpanas lainnya di Asia mencatat rekor tertinggi harian mulai dari 44,6°C hingga 45,5°C. Sebagian besar kota yang mencatat suhu ekstrim berada di Myanmar dan India.