PT Timah mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnis pengembangan logam tanah jarang karena sulitnya mencari mitra, keterbatasan teknologi dan kebutuhan pembiayaan yang besar. Penjajakan kerjasama dengan perusahaan pengolahan mineral asal China juga menemui jalan buntu.
Kini, PT Timah kembali menjajaki kerja sama dengan investor baru, salah satunya dari Kanada. Perseroan telah melakukan studi kelayakan dengan perusahaan pengolahan mineral untuk membangun industri hilir produk logam tanah jarang.
“Kami tidak berani menyebut nama perusahaannya, karena mereka juga diam-diam tidak ingin hal itu dipublikasikan,” kata Corporate Secretary PT Timah Abdullah Umar Baswedan di Penang Bistro Jakarta, Rabu (10/5).
Dalam rencana kerja sama, PT Timah akan berperan sebagai pemasok logam tanah jarang, sedangkan calon mitra akan membangun pabrik pengolahan di dalam negeri. Setiap ton timah mengandung 0,95% monasit yang dapat digunakan sebagai pelapis pesawat tempur, satelit, dan baterai listrik. Berdasarkan catatan Badan Geologi pada tahun 2019, Indonesia memiliki 23.500 ton sumber daya logam tanah jarang.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Timah, Achmad Ardianto mengatakan, PT Timah menggandeng perusahaan teknologi asal Kanada untuk mengembangkan teknologi pengolahan monazite berkapasitas 1.000 ton per tahun.
Ia berharap pemerintah memberikan dukungan investasi awal kepada PT Timah, baik dalam bentuk pembiayaan maupun regulasi yang mengatur tata usaha Monasit.
“Perlu ada PP No. 96 Tahun 2021 untuk pengelolaan monasit sebagai logam dan perlunya kesiapan pasar dalam negeri untuk menampung logam tanah jarang monasit,” kata Ardianto dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, beberapa waktu lalu.
Gagal Kerjasama dengan Cina
Abdullah mengatakan, kerja sama dengan perusahaan China kandas di tengah jalan karena perusahaan tidak menyetujui klausul alih teknologi ke PT Timah.
Perusahaan mineral asal China itu hanya mau menjadi pembeli logam tanah jarang milik PT Timah dalam kerja sama yang direncanakan.
“Ada perusahaan China yang menawarkan hanya untuk membeli LTJ PT Timah tetapi tidak mau diajak kerjasama dalam transfer teknologi,” kata Abdullah.
Dapat Bekerjasama dengan BATAN
PT Timah bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) berhasil mengekstraksi monasit dari bijih timah yang kemudian diolah kembali menjadi monasit hidroksida. Melalui prosedur perengkahan, PT Timah hingga saat ini telah memproduksi 300 ton monasit hidroksida. “Saat ini masih kami simpan selama belum ada teknologi yang mampu mengolahnya,” kata Abdullah.
Sebelumnya, kata Ardianto, PT Timah bersama BATAN telah melakukan beberapa penelitian sejak 2010 untuk mengolah logam tanah jarang monasit menjadi monasit karbonat pekat, monasit hidroksida, dan monasit oksida.
Ardianto menjelaskan, tahun ini ditargetkan memiliki teknologi pengolahan yang akan dilanjutkan dengan penyiapan dan pengoperasian pabrik pada 2024. Saat ini, teknologi pengolahan bijih timah menjadi LTJ Monasite sudah sangat langka di dunia.