Proyek gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Tanjung Enim, Sumatera Selatan terancam mangkrak ketika Air Products and Chemicals Inc atau APCI mundur dari proyek bersama tersebut.
Perusahaan di bidang pengolahan gas dan kimia asal Amerika Serikat (AS) itu berencana menggarap proyek tersebut bersama dua perusahaan milik negara yakni Bukit Asam dan Pertamina (Persero).
Direktur PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arsal Ismail mengatakan, Air Products and Chemicals Inc telah mengirimkan surat resmi pengunduran diri kepada pemerintah melalui Kementerian Penanaman Modal.
Kendati demikian, Arsal menolak menjelaskan secara detail alasan dan faktor Air Products and Chemicals Inc mundur dari proyek gasifikasi batu bara.
Perusahaan juga akan bekerja sama dengan Air Products and Chemicals Inc. meminta klarifikasi lebih lanjut atas keberlangsungan proyek senilai Rp 34,04 triliun itu.
“Air Products sudah mengirimkan surat resmi dengan alasannya. Mereka mungkin punya alasan sendiri. Surat itu dikirim melalui kementerian yang bisa menjelaskan lebih detail,” kata Arsal saat ditemui wartawan di The St Regis Jakarta, Kamis (9). . /3).
Kendati demikian, Arsal mengatakan pemerintah tetap berupaya mewujudkan proyek gasifikasi batu bara melalui kerja sama dengan investor atau calon mitra lainnya.
Pasalnya, pemerintah berencana membangun kawasan industri khusus (KIK) yang berorientasi pada gasifikasi batu bara di Muara Enim, Sumatera Selatan. “Intinya PTBA tetap berkomitmen mendukung program pemerintah untuk hilirisasi batubara. Kami akan teruskan,” ujarnya.
Sebelum adanya kesepakatan kerja sama saat ini, Arsal mengklaim banyak perusahaan energi global yang tertarik untuk mengembangkan gasifikasi batu bara di dalam negeri. Namun, saat itu hanya Air Products and Chemicals Inc. tampaknya serius tentang investasi dan transfer teknologi.
“Dulu ada beberapa mitra yang bekerja sama, tapi sekarang Air Product yang benar-benar berkomitmen,” ujar Arsal.
Untuk komitmen investasi, Air Products telah menyatakan komitmen investasi di Indonesia sebesar US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun untuk proyek hilir batubara di Indonesia. Rencana investasi tersebut telah terealisasi sebesar US$ 7 miliar atau setara dengan Rp 102 triliun.
Pemerintah menargetkan proyek gasifikasi batu bara DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan dapat selesai dan dapat beroperasi secara komersial atau Commercial Operation Date (COD) pada kuartal keempat atau akhir tahun 2027.
Proyek tersebut mampu memproduksi 1,4 juta ton DME per tahun dari 6 juta ton batu bara 4.200 kal. Selain itu, pabrik tersebut juga akan memproduksi 2,1 juta ton metanol per tahun dan Syngas atau gas sintetis sebesar 4,5 juta kN/m3 per tahun.
Gas sintetis adalah campuran bahan bakar gas yang terdiri dari hidrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Gas alam sintetik ini umumnya digunakan untuk menghasilkan amoniak atau methanol yang digunakan sebagai bahan baku industri kimia seperti pupuk dan petrokimia, listrik dan gas kota.
Menteri ESDM Arifin Tasfir mengatakan proyek tersebut berpotensi membawa manfaat dari produk DME yang dapat mengurangi impor LPG sebesar 1 juta ton per tahun dan meningkatkan investasi asing sebesar US$2,1 miliar.
“Proyek ini akan menghemat Rp 9,14 triliun setahun untuk Impor LPG,” kata Arifin dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR, Senin (21/11/2022).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya memastikan proyek itu bisa selesai dalam waktu 30 bulan seperti yang dijanjikan.
“Agar ini selesai sesuai dengan yang sudah disampaikan Air Products dan Kementerian Investasi selama 30 bulan ini, jangan ada kendala lagi. Kita harapkan setelah selesai di sini, mulai lagi di tempat lain,” kata Presiden Joko Widodo. dalam ground breaking proyek tersebut.