PT Adaro Power mengatakan proyek pengembangan gasifikasi coal to dimethyl ether (DME) dalam negeri cukup terbatas dalam hal pembiayaan dan kepastian komersial.
Direktur Utama Adaro Power Dharma Djojonegoro menilai pengembangan proyek DME sebagai produk pengganti bahan bakar gas cair (LPG) dalam negeri belum mendapatkan kepastian pasar. Berbeda dengan keadaan sektor LPG yang terbentuk karena kepastian regulasi yang sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah.
“Pasarnya cukup spesifik, cukup sulit. Terus terang saya cukup sulit meyakinkan mitra untuk membangun pabrik yang harganya miliaran rupiah tapi harga elpiji tidak likuid seperti di pasar lain. Terus terang ada yang komersil. biaya yang perlu dijelaskan,” ujarnya di Bisnis Indonesia Green. Forum Ekonomi 2023, dikumpulkan pada Kamis (8/6).
Selain itu, kata Dharma, pengembangan DME masih menyisakan jejak karbon karena masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakunya. Hal ini berpotensi menimbulkan risiko pembiayaan kredit atau investasi untuk proyek hilir.
“Akhirnya pakai batu bara, jadi emisi karbon sebenarnya tidak rendah. Terus terang, dari segi pembiayaan akan sulit,” kata Dharma.
Ia mengatakan Adaro Power kini serius mengembangkan produksi listrik ramah lingkungan dari rantai pasokan solar PV dengan potensi pengembangan lebih dari 1 GWp sejalan dengan kebutuhan Singapura akan listrik terbarukan.
“Listrik yang kita sediakan ini harganya jauh lebih mahal dari harga Indonesia dan kita harus menggunakan pabrik di Indonesia. Jadi kita harus membuat supply chain solar PV di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Adaro Power juga berencana membangun battery energy storage system (BESS) di Batam, Kepulauan Riau dengan kapasitas lebih dari 3 GWh.
Kementerian ESDM menyatakan, ada 11 perusahaan yang telah berkomitmen dan siap mengerjakan proyek hilirisasi batubara hingga tahun 2030.
Beberapa perusahaan, termasuk Adaro Indonesia dan Berau Coal, berencana melakukan gasifikasi batu bara menjadi methanol/dimethyl ether, dengan kebutuhan pasokan batu bara diproyeksikan mencapai 19,17 juta ton per tahun.